Assalamualaikum, teman teman yang ingin mencari tentang aliran pendidikan untuk reverensi anda, untuk menambah ilmu anda, saya menyajikan sebuah makalah tentang aliran aliran pendidikan.
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Sejalan dengan
perkembanagn ilmu pengetahuan, pendidikan memiliki nuansa berbeda antara satu
daerah dengan daerah lain, sehingga banyak bermunculan pemikiran pemikiran yang
dianggap sebagai penyesuaian proses pendidikan dengan kebutuhan yang
diperlukan. Karenanya, banyak teori yang dikemukakan para pemikir yang bermuara
pada munculnya berbagai aliran pendidikan. Pemahaman terhadap pemikiran –
pemikiran penting dalam pendidikan akan membekali tenaga kependidikan dengan
wawasan kesejarahan, yakni kemampuan memahami kaitan antara pengalaman –
pengalaman masa lampau, tuntutan serta kebutuhan masa kini, serta perkiraan
atau antisipasi masa datang.
Aliran – aliran
pendidikan telah dimulai sejak awal hidup manusia, karena setiap kelompok
manusia selalu dihadapkan dengan generasi muda keturunannya yang memerlukan
pendidikan yang lebih baik dari orang tuanya.
B. Rumusan Masalah
1. Apa
pengertian aliran pendidikan?
2. Apa
saja macam – macam dari aliran pendidkan?
C. Tujuan
Setelah
membaca dan mempelajari makalah ini, diharapkan mahasiswa mampu:
1. Untuk
mengetahui pengertian aliran pendidikan
2. Untuk
mengetahui macam – macam dari aliran pendidikan
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
aliran pendidikan
Aliran
– aliran pendidikan adalah pemikiran – pemikiran yang membawa pembaharuan
dalam dunia pendidikan. Pemikiran
tersebut berlangsung seperti suatu diskusi berkepanjangan, yakni pemikiran
pemikiran terdahulu selalu ditanggapi dengan pro dan kontra oleh pemikir
berikutnya, sehingga timbul pemikiran yang baru, dan demikian seterusnya. Agar
diskusi berkepanjangan itu dapat dipahami, perlu aspek dari aliran – aliran itu
yang harus dipahami. Oleh karena itu setiap calon tenaga kependidikan harus
memahami berbagai jenis aturan – aturan pendidikan.
B.
Airan
– aliran yang ada dalam pendidikan
Ada 3 macam aliran dalam pendidikan,
yaitu aliran klasik, aliran modern, dan aliran modern dan aliran pendidikan
pokok di Indonesia.
1.
Aliran
klasik
a. Aliran
Empirisme
Tokoh
aliran Empirisme adalah Jhon Lock, filosofi Inggris yang hidup pada tahun 1632
– 1704. Teorinya dikenal dengan tabulae
rasae (meja lilin), yang menyebutkan anak yang lahir ke dunia seperti
kertas putih yang bersih. Kertas putih akan mempunyai corak dan tulisan yang
digores oleh lingkungan. Faktor bawaan dari orang tua tidak di pentingkan.
Pengalaman diperoleh anak melalui hubungan dengan lingkungan. Pengaruh empiris
yang diperoleh dari lingkungan berpengaruh besar terhadap perkembangan anak.
Menurut aliran ini, pendidik, pendidik sebagai faktor luar memang berperan
penting,sebab pendidik menyediakan lingkungan pendidikan bagi anak, dan anak
akan menerima pendidikan sebagai pengalaman. Pengalaman tersebut akan membentuk
tingkah lak, sikap, serta watak anak sesuai dengan tujuan pendidikan yang
diharapkan.
Misalnya:
Suatu keluarga yang kaya raya ingin memaksa anaknya menjadi pelukis. Segala
alat diberikan dan pendidik ahli didatangkan. Akan tetapi gagal karena bakat
melukis pada anak itu tidak ada. Akibatnya dalam diri anak itu terjadi konflik,
pendidikan mengalai kesukaran dan hasilnya tidak optimal.
Kelemahan
aliran ini adalah hanya mementingkan pengalaman, sedangkan kemampuan dasar yang
dibawa anak sejak lahir dikesampingkan. Padahal ada anak yang berbakat dan berhasil
meskipun lingkungan tidak mendukung.
b. Aliran
Nativisme
Tokoh
aliran Nativisme adalah Schopenhauer. la adalah filosof Jerman yang hidup pada
tahun 1788-1880. Aliran ini berpandangan bahwa perkembangan individu ditentukan
oleh faktor bawaan sejak lahir. Faktor lingkungan kurang berpengaruh terhadap
pendidikan dan perkembangan anak. Oleh karena itu, hasil pendidikan ditentukan
oleh bakat yang di¬bawa sejak lahir. Dengan demikian, menurut aliran ini,
keberhasilan belajar ditentukan oleh individu itu sendiri. Nativisme
berpendapat, jika anak memiliki bakat jahat dari lahir, ia akan menjadi jahat,
dan sebaliknya jika anak memiliki bakat baik, ia akan menjadi baik. Pendidikan
anak yang tidak sesuai dengan bakat yang dibawa tidak akan berguna bagi
perkembangan anak itu sendiri.
Pandangan
itu tidak menyimpang dari kenyataan. Misalnya, anak mirip orangtuanya secara
fisik dan akan mewarisi sifat dan bakat orangtua. Prinsipnya, pandangan
Nativisme adalah pengakuan tentang adanya daya asli yang telah terbentuk sejak
manusia lahir ke dunia, yaitu daya-daya psikologis dan fisiologis yang bersifat
herediter, serta kemampuan dasar lainnya yang kapasitasnya berbeda dalam diri
tiap manusia. Ada yang tumbuh dan berkembang sampai pada titik maksimal
kemampuannya, dan ada pula yang hanya sampai pada titik tertentu. Misalnya,
seorang anak yang berasal dari orangtua yang ahli seni musik, akan berkembang
menjadi seniman musik yang mungkin melebihi ke-mampuan orangtuanya, mungkin
juga hanya sampai pada setengah kemampuan orangtuanya.
Coba simak cerita
tentang anak manusia yang hidup di bawah asuhan serigala. la bernama Robinson
Crussoe. Crussoe sejak bayi hidup di tengah hutan rimba belantara yang ganas.
la tetap hidup dan ber¬kembang atas bantuan air susu serigala sebagai induknya.
Serigala itu memberi Crussoe makanan se-suai selera serigala sampai dewasa.
Akhirnya, Crussoe mempunyai gaya hidup, bicara, ungkapan bahasa, dan watak
seperti serigala, padahal dia adalah anak manusia. Kenyataan ini pun membantah
teori Nativisme, sebab gambaran dalam cerita Robinson Crussoe itu telah
membuktikan bahwa lingkungan dan didikan membawa pengaruh besar terhadap
perkembangan anak.
c. Aliran
Konvergensi
Tokoh
aliran Konvergensi adalah William Stem. la seorang tokoh pendidikan Jerman yang
hidup tahun 1871-1939. Aliran Konvergensi merupakan kompromi atau kombinasi
dari aliran Nativisme dan Empirisme. Aliran ini berpendapat bahwa anak lahir di
dunia ini telah memiliki bakat baik dan buruk, sedangkan perkembangan anak
selanjutnya akan dipengaruhi oleh lingkungan. Jadi, faktor pembawaan dan
lingkungan sama-sama berperan penting.
Anak
yang mempunyai pembawaan baik dan didukung oleh lingkungan pendidikan yang baik
akan menjadi semakin baik. Sedangkan bakat yang dibawa sejak lahir tidak akan
berkembang dengan baik tanpa dukungan lingkungan yang sesuai bagi perkembangan
bakat itu sendiri. Sebaliknya, lingkungan yang baik tidak dapat menghasilkan
perkembangan anak secara optimal jika tidak didukung oleh bakat baik yang
dibawa anak.
Dengan
demikian, aliran Konvergensi menganggap bahwa pendidikan sangat bergantung pada
faktor pembawaan atau bakat dan lingkungan. Hanya saja, William Stem tidak
menerangkan seberapa besar perbandingan pengaruh kedua faktor tersebut. Sampai
sekarang pengaruh dari kedua faktor tersebut belum bisa ditetapkan.
d. Aliran
Naturalisme
Tokoh
aliran ini adalah J.J. Rousseau. la adalah filosof Prancis yang hidup tahun
1712-1778. Natu¬ralisme mempunyai pandangan bahwa setiap anak yang lahir di
dunia mempunyai pembawaan baik, namun pembawaan tersebut akan menjadi rusak
karena pengaruh lingkungan, sehingga aliran Natural¬isme sering disebut
Negativisme.
Naturalisme
memiliki tiga prinsip tentang proses pembelajaran (M. Arifin dan Aminuddin R.,
1992: 9), yaitu:
a. Anak didik belajar
melalui pengalamannya sendiri. Kemudian terjadi interaksi antara pengalaman dengan
kemampuan pertumbuhan dan perkembangan di dalam dirinya secara alami.
b.
Pendidik hanya menyediakan lingkungan belajar yang menyenangkan. Pendidik
berperan se¬bagai fasilitator atau narasumber yang menyediakan lingkungan yang
mampu mendorong keberanian anak didik ke arah pandangan yang positif dan
tanggap terhadap kebutuhan untuk memperoleh bimbingan dan sugesti dari
pendidik. Tanggung jawab belajar terletak pada diri anak didik sendiri.
c.
Program pendidikan di sekolah harus disesuaikan dengan minat dan bakat dengan
menyedia¬kan lingkungan belajar yang berorientasi kepada pola belajar anak
didik. Anak didik secara bebas diberi kesempatan untuk menciptakan lingkungan
belajarnya sendiri sesuai dengan minat dan perhatiannya.
Dengan
demikian, aliran Naturalisme menitikberatkan pada strategi pembelajaran yang
bersifat paedosentris; artinya, faktor kemampuan individu anak didik menjadi
pusat kegiatan proses belajar-mengajar.
2.
Aliran
Moderen
a.
Progresivisme
Progresivme
adalah gerakaan pendidikan yang mengutamakan penyelnggaraan pendidikan di
sekolah berpusat pada anak, sebagai reaksi terhadap pelaksanaan pendidkan yang
masih berpusat pada guru atau bahann
pembelajaran.
Tokoh aliran
Progresivisme adalah John Dewey. Aliran ini berpendapat bahwa manusia mempunyai
kemampuan-kemampuan yang wajar dan dapat menghadapi serta mengatasi masalah
yang bersifat menekan, ataupun masalah-masalah yang bersifat mengancam dirinya.
Aliran ini memandang
bahwa peserta didik mempunyai akal dan kecerdasan. Hal itu ditunjukkan dengan
fakta bahwa manusia mempunyai kelebihan jika dibanding makhluk lain. Manusia
memiliki sifat dinamis dan kreatif yang didukung oleh ke-cerdasannya sebagai
bekal menghadapi dan memecahkan masalah. Peningkatan kecerdasan menjadi tugas
utama pendidik, yang secara teori mengerti karakter peserta didiknya.
Peserta didik tidak
hanya dipandang sebagai kesatuan jasmani dan rohani, namun juga
termanifestasikan di dalam tingkah laku dan perbuatan yang berada dalam
pengalamannya. Jasmani dan rohani, terutama kecerdasan, perlu dioptimalkan.
Artinya, peserta didik diberi kesempatan untuk bebas dan sebanyak mungkin
mengambil bagian dalam kejadian-kejadian yang berlangsung di sekitarnya,
sehingga suasana belajar timbul di dalam maupun di luar sekolah.
b.
Esensialisme
Esensialisme
modern dalam pendidikan adalah gerakan pendidkan yang mem protes gerakan
progresivme terhadap nilai – nilai yang tertanam dalam warisan budaya/sosial. Menurut
esnsialisme nilai – nilai yang tertanam dalam nilai budaya/sosial adalah nilai
– nilai kemanusiaan yang terbentuk secara berangsur angsur dengan mulai bekerja
keras dan susah payah selama beratus tahun dan didalamnya berakar gagasan –
gagasan dan cita – cita yang telah terujidalam perjalanan waktu. Peranan guru
kuat dalam mempengaruhi dan mengawasi kegiatan – kegiatan di kelas.
Aliran Esensialisme
bersumber dari filsafat idealisme dan realisme. Sumbangan yang diberikan
keduanya bersifat eklektik. Artinya, dua aliran tersebut bertemu sebagai
pendukung Esensialisme yang berpendapat bahwa pendidikan harus bersendikan
nilai-nilai yang dapat mendatangkan kestabilan. Artinya, nilai-nilai itu
menjadi sebuah tatanan yang menjadi pedoman hidup, sehingga dapat mencapai
kebahagiaan. Nilai-nilai yang dapat memenuhi adalah yang berasal dari kebudayaan
dan filsafat yang korelatif selama empat abad yang lalu, yaitu zaman Renaisans.
Adapun pandangan
tentang pendidikan dari tokoh pendidikan Renaisans yang pertama adalah Johan
Amos Cornenius (1592-1670), yaitu agar segala sesuatu diajarkan melalui indra,
karena indra adalah pintu gerbangnya jiwa. Tokoh kedua adalah Johan Frieddrich
Herbart (1776-1841) yang mengatakan bahwa tujuan pendidikan adalah menyesuaikan
jiwa seseorang dengan kebajikan Tuhan. Artinya, perlu ada penyesuaian dengan
hukum kesusilaan. Proses untuk mencapai tujuan pendidikan itu oleh Herbart
disebut sebagai pengajaran.
Tokoh ketiga adalah
William T. Harris (1835-1909) yang berpendapat bahwa tugas pendidikan adalah
menjadikan terbukanya realitas berdasarkan susunan yang tidak terelakkan dan bersendikan
ke-satuan spiritual. Sekolah adalah lembaga yang memelihara nilai-nilai yang
telah turun-temurun, dan menjadi penuntun penyesuaian orang pada masyarakat.
Dari pendapat di
atas, dapat disimpulkan bahwa aliran Esensialisme menghendaki agar landasan
pendidikan adalah nilai-nilai esensial, yaitu yang telah teruji oleh waktu,
bersifat menuntun, dan telah turun-temurun dari zaman ke zaman sejak zaman Renaisans.
c. Rekonsruksianalisme
Rekonstruksionalisme
memandang pendidikan sebagai rekonstruksi pengalaman-pengalaman yang
berlangsung terus dalam hidup. Sekolah yang menjadi tempat utama berlangsungnya
pendidikan haruslah merupakan gambaran kecil dari kehidupan sosial di
masyarakat.
Tujuan
pendidikan adalah sekolah-sekolah
rekonstruksionis berfungsi sebagai lembaga utama untuk melakukan perubahan
sosial, ekonomi dan politik dalam masyarakat.Tujuan pendidikan rekonstruksionis
adalah membangkitkan kesadaran para peserta didik tentang masalah sosial,
ekonomi dan politik yang dihadapi umat manusia dalam skala global, dan
mengajarkan kepada mereka keterampilan-keterampilan yang diperlukan untuk
mengatasi masalah-masalah tersebut.
Kurikulum
dalam pendidikan rekonstruksionalisme berisi mata-mata pelajaran yang
berorientasi pada kebutuhan-kebutuhan masyarakat masa depan. Kurikulum banyak
berisi masalah-masalah sosial, ekonomi, dan politik yang dihadapi umat manusia.
Yng termasuk di dalamnya masalah-masalah pribadi para peserta didik sendiri,
dan program-program perbaikan yang ditentukan secara ilmiah.
d. Perennialisme
Perennialisme
adalah gerakan pendidikan yang mempertahankan bahwa nilai-nilai universal itu
ada, dan bahwa pendidikan hendaknya merupakan suatu pencarian dan penanaman
kebenaran-kebenaran dan nilai-nilai tersebut. Guru mempunyai peranan dominan
dalam penyelenggaraan kegiatan belajar mengajar di kelas. Menurut
perennialisme, ilmu pengetahuan merupakan filsafat yang tertinggi, karena
dengan ilmu pengetahuanlah seseorang dapat berpikir secara induktif. Jadi
dengan berpikir, maka kebenaran itu akan dapat dihasilkan. Penguasaan
pengetahuan mengenai prinsip-prinsip pertama adalah modal bagi seseorang untuk
mengembangkan pikiran dan kecerdasan. Dengan pengetahuan, bahan penerangan yang
cukup, orang akan mampu mengenal dan memahami faktor-faktor dan problema yang perlu
diselesaikan dan berusaha mengadakan penyelesaian masalahnya.
Tujuan
pendidikan adalah diharapkan anak didik mampu mengenal dan mengembangkan
karya-karya yang menjadi landasan pengembangan disiplin mental. Karya-karya ini
merupakan buah pikiran besar pada masa lampau. Berbagai buah pikiran mereka
yang oleh zaman telah dicatat menonjol seperti bahasa, sastra, sejarah,
filsafat, politik, ekonomi, matematika, ilmu pengetahuan alam, dan
lain-lainnya, telah banyak memberikan sumbangan kepada perkembangan zaman dulu.
Kurikulum
berpusat pada mata pelajaran dan cenderung menitikberatkan pada sastra,
matematika, bahasa dan sejarah.
e. Idealisme
Aliran
idealisme merupakan suatu aliran ilmu filsafat yang mengagungkan jiwa.
Menurutnya, cita adalah gambaran asli yang semata-mata bersifat rohani dan jiwa
terletak di antara gambaran asli (cita) dengan bayangan dunia yang ditangkap
oleh panca indera. Pertemuan antara jiwa dan cita melahirkan suatu angan-angan
yaitu dunia idea. Aliran ini memandang serta menganggap bahwa yang nyata
hanyalah idea. Tugas ide adalah memimpin budi manusia dalam menjadi contoh bagi
pengalaman. Siapa saja yang telah menguasai ide, ia akan mengetahui jalan yang
pasti, sehingga dapat menggunakan sebagai alat untuk mengukur,
mengklasifikasikan dan menilai segala sesuatu yang dialami sehari-hari.
Para
murid yang menikmati pendidikan di masa aliran idealisme sedang
gencar-gencarnya diajarkan, memperoleh pendidikan dengan mendapatkan
pendekatan (approach) secara khusus. Sebab, pendekatan
dipandang sebagai cara yang sangat penting. Para guru tidak boleh berhenti
hanya di tengah pengkelasan murid, atau tidak mengawasi satu persatu muridnya
atau tingkah lakunya. Seorang guru mesti masuk ke dalam pemikiran terdalam dari
anak didik, sehingga kalau perlu ia berkumpul hidup bersama para anak didik.
Guru jangan hanya membaca beberapa kali spontanitas anak yang muncul atau
sekadar ledakan kecil yang tidak banyak bermakna.
Pola
pendidikan yang diajarkan fisafat idealisme berpusat dari idealisme. Pengajaran
tidak sepenuhnya berpusat dari anak, atau materi pelajaran, juga bukan
masyarakat, melainkan berpusat pada idealisme. Maka, tujuan pendidikan menurut
paham idealisme terbagai atas tiga hal, tujuan untuk individual, tujuan untuk
masyarakat, dan campuran antara keduanya.
Tujuan
Pendidikan adalah agar anak didik bisa menjadi kaya dan memiliki kehidupan yang
bermakna, memiliki kepribadian yang harmonis dan penuh warna, hidup bahagia,
mampu menahan berbagai tekanan hidup, dan pada akhirnya diharapkan mampu
membantu individu lainnya untuk hidup lebih baik. Sedangkan tujuan pendidikan
idealisme bagi kehidupan sosial adalah perlunya persaudaraan sesama manusia.
Karena dalam spirit persaudaraan terkandung suatu pendekatan seseorang kepada
yang lain. Seseorang tidak sekadar menuntuk hak pribadinya, namun hubungan
manusia yang satu dengan yang lainnya terbingkai dalam hubungan kemanusiaan
yang saling penuh pengertian dan rasa saling menyayangi.
Kurikulum
yang digunakan dalam pendidikan yang beraliran idealisme harus lebih memfokuskan
pada isi yang objektif. Pengalaman haruslah lebih banyak daripada pengajaran
yang textbook. Agar supaya pengetahuan dan pengalamannya senantiasa aktual.
3. Aliran pendidikan
pokok di Indonesia
a. Perguruan Kebangsaan Taman Siswa
Perguruan kebangsaan taman siswa sendiri didirikan oleh
Ki Hadjar Dewantara pada tanggal 3 Juli 1932 di Yogyakarta yakni dalam bentuk
Yayasan. Perguruan Taman Siswa ini mempunyai Tujuh Asas Perjuangan untuk
menghadapi kolonial Belanda sekaligus untuk mempertahankan kelangsungan hidup
bersifat nasional dan demokrasi.
Pertama, bahwa setiap oerang
berhak mengatur dirinya sendiri. Dari asas ini jelas terlihat bahwa tujuan yang
henda dicapai yaitu kehidupan yang tertib dan damai, asas ini pula yang
mendorong Taman Siswa mengganti sitem pendidikan berdasarkan pada perkembangan
kodrati yang kemudian lahirlah “Sistem Among” yaitu guru sebagai “Pamong”.
Disini guru merupakan pemimpin yang berdiri di belakang dengan semboyan “tut
wuri handayani” yang berarti tetap mempengaruhi dengan memberi kesempatan pada
anak didik untuk berjalan sendiri dan tidak terus-menerus dicampuri, diperintah
ataupun dipaksa.
Kedua, bahwa pengajaran harus
memberi pengetahuan yang berfaedah yang dalam arti lahir dan batin dapat
memerdekakan diri. Pada asas ini siswa hendaknya dibiasakan untuk menemukan
atau mencari sendiri berbagai nilai pengetahuan dan keterampilan dengan
menggunakan pikiran dan kemampuannya sendiri. Ketiga, bahwa pengajaran harus berdasarkan pada kebudayaan
dan kebangsaan sendiri. Asas ini bermaksud agar dalam pengajaranya dapat
mencegah terjadinya pola hidup kebarat-baratan yang dapat melunturkan
kebudayaan bangsa Indonesia sendiri. Keempat, bahwa pengajaran harus tersebar luas sampai dapat
menjangkau seluruh rakyat. Kelima, bahwa
untuk mengajar kemerdekaan hidup sepenuhnya diusahakan dengan kekuatan sendiri
dan menolak bantuan apa pun yang mengikat. Keenam, bahwa sebagai konsekuensi hidup dengan kekuatan
sendiri maka mutlak harus membelanjai sendiri segala usaha yang dilakukan. Dari
asa ini tersirat keharusan untuk hidup sederhana dan hemat. Ketujuh, bahwa dalam mendidik
anak-anak perlu adanya keikhlasan lahir dan batin untuk mengorbankan segala
kepentingan pribadi demi keselamata dan kebahagiaan anak-anak.
Dari asas-asas tersebutlah
kemudian dapat dilihat tujuan dari Perguruan Taman Siswa sendiri yang dapat
dibagi menjadi dua jenis yakni tujuan yayasan atau keseluruhan dan tujuan
pendidikan. Tujuan yang pertama yaitu sebagai badan perjuangan kebudayaan dan
pembangunan masyarakat tertib dan damai. Sedangkan tujuan pendidiannya ialah
membangun anak didik menjadi manusia yang merdeka lahir batin, berbudi luhur,
serta sehat jasmaninya untuk menjadi masyarakat yang berguna dan
bertanggungjawab atas keserasian bangsa, tanah air, serta manusia pada umumnya.
b. Ruang Pendidik INS (Indonesia
Nederlandsche School) Kayu Tanam
Didirikan oleh Mohammad
Sjafei pada tanggal 31 Oktober 1926 di Kayu Tanam (Sumatera Barat). Pada awal
didirikan Ruang Pendidik INS mempunyai beberapa asas yaitu Berpikir logis dan
rasional, keaktifan atau kegiatan, pendidikan masyarakat, memperhatikan pembawaan
anak, dan menentang intelektualisme. Setelah kemerdekaan Indonesia, Moh. Sjafei
kemudian mengembangkan asas-asas tersebut menjadi dasar-dasar pendidikan
Republik Indonesia. Dasar-dasar tersebut dikembangkan dengan mengintegrasikan
asas-asas Ruang Pendidik INS, sila-sila dari Pancasila, dan hasil analisis alam
dan masyarakat Indonesia serta pengalaman guru sekolah kartini. Ini mencakup
berbagai hal seperti syarat-syarat pendidikan yang efektif, tujuan yang ingin
dicapai dan sebagainya. Tujuan Ruang Pendidik INS Kayu Tanam sendiri yaitu
mendidik rakyat ke arah kemerdekaan, memberi pendidikan yang sesuai dengan
kebutuhan masyarakat, mendidik para pemuda agar berguna untuk masyarakat,
menenamkan kepercayaan terhadap diri sendiri dan berani bertanggungjawab, serta
mengusahakan mandiri dalam pembiayaan.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Dari uraian diatas,
dapat disimpulkan bahwa aliran – aliran pendidikan adalah pemikiran – pemikiran
yang membawa pembaharuan pada pendidikan. Sejak dulu, kini maupun di masa depan
pendidikan itu selalu mengalami perkembangan seiring dengan perkembangan sosial
budaya dan perkembangan iptek.
Macam – macam aliran
pendidikan ada 3 yaitu:
1.
Aliran klasik
a.
Aliran Empirisme
b.
Aliran Nativisme
c.
Aliran Naturalisme
d.
Aliran Konvergensi
2.
Aliran Modern
a.
Progresivisme
b.
Esensialisme
c. Rekonsruksianalisme
d. Perennialisme
e.
Idealisme
3.
Aliran pendidikan pokok
di Indonesia
a. Perguruan Kebangsaan Taman Siswa
b. Ruang Pendidik INS (Indonesia
Nederlandsche School) Kayu Tanam
B.
SARAN
Demikian makalah ini
kami buat, kami menyadari bahwa makalah ini masih banyak kekurangan dan jauh
dari kesempurnaan. Oleh karena itu, kritik dan saran dari pembaca sangat kami
butuhkan. Guna pembaikan makalah berikutnya dan semoga makalah ini berguna bagi
para pembaca.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Berilah kritikan